AFTECH soroti empat upaya wujudkan digitalisasi keuangan

 

Menurut Pandu Sjahrir, Ketua Asosiasi FinTech Indonesia Jepang (AFTECH), ada empat upaya untuk mendigitalkan layanan keuangan Indonesia.


“Pusat advokasi kebijakan, kolaborasi masyarakat, pendidikan keuangan, intelijen dan pengetahuan adalah empat hal yang masih dikerjakan AFTECH untuk mendigitalkan layanan keuangan,” kata Pandu dalam konferensi pers, Kamis.


"Hal lain yang perlu kita capai adalah infrastruktur digital, salah satunya di data center. Dibutuhkan banyak investasi untuk mendapatkan kedaulatan atas data tersebut," tambahnya.


Terkait tren investasi, Pak Pandu yang juga Direktur Bursa Efek Indonesia mengatakan tren investasi sedang meningkat.


Jumlah investor individu, khususnya investor muda, meningkat signifikan selama 18 bulan terakhir di Bursa Efek Indonesia (BEI).


Anda juga bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang harus diinvestasikan, termasuk saham, di bagian ini. Indonesia saat ini membutuhkan sejumlah perusahaan yang terdaftar di bursa dengan kinerja dan profitabilitas yang sangat baik.


Selain itu, kami akan membahas akses ke layanan keuangan digital yang lebih luas dengan menggunakan QRIS yang dipromosikan oleh Bank Indonesia.


Tujuannya adalah untuk lebih meningkatkan efisiensi transaksi digital mulai tahun 2019 dan seterusnya. Hingga kini telah memiliki lebih dari 10 juta pengguna, dan berbagai layanan keuangan digital, termasuk LinkAja, memberikan kemudahan dalam mengakses transaksi QRIS.


Aldi Haryopratomo dari Halodoc, Efishery and Mapan Commission percaya bahwa kemudahan akses dan penggunaan akan memberikan akses QRIS kepada masyarakat berpenghasilan rendah.


“QRIS hadir untuk menghubungkan penyedia jasa keuangan, baik investor, asuransi, wealth management maupun UMKM,” ujar Aldi.


“Data histori transaksi merchant kini sudah tercatat, sehingga memudahkan pihak asuransi untuk menilai risiko UMKM menggunakannya,” imbuhnya.


Eddi Danusaputro, CEO Mandiri Capital Indonesia, menambahkan perkembangan pembayaran elektronik sejak diatur oleh Bank Indonesia lebih dari satu dekade lalu tidak terlepas dari distribusi keuangan inklusif di berbagai daerah.


“Masyarakat Indonesia yang tinggal di kota-kota besar tidak mengadopsi transaksi elektronik secepat penduduk di daerah lain. Teknologi dan infrastruktur berdampak besar pada kepemilikan dan penggunaan smartphone,” kata Eddie.


Dia menambahkan, dari sudut pandang investor, layanan pembayaran menghasilkan sedikit atau tidak ada keuntungan sama sekali, tetapi menyadari bahwa layanan adalah kebutuhan sehari-hari adalah langkah yang tepat untuk memperluas basis pelanggan.